Chapnews – Nasional – Dua dekade telah berlalu sejak bencana dahsyat menghantam Aceh pada 26 Desember 2004. Tsunami yang dipicu gempa bumi berkekuatan magnitudo 9,1 itu menjadi tragedi kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern, merenggut lebih dari 200.000 nyawa dan meluluhlantakkan infrastruktur ‘Serambi Mekkah’. Gempa yang terjadi pukul 07.59 WIB, dengan pusat gempa di koordinat 3,316 derajat Lintang Utara (LU) dan 95,854 derajat Bujur Timur (BT) menurut laporan US Geological Survey (USGS), disebabkan pergerakan lempeng Indo-Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia. Patahan Sumatera dan Investigator Fracture Zone (IFZ) juga berperan dalam kekuatan gempa tersebut.
Gelombang tsunami setinggi 30 meter menerjang pesisir Aceh dengan kecepatan 360 kilometer per jam, hanya dalam waktu kurang dari 30 menit setelah gempa. Lebih dari 600.000 jiwa kehilangan tempat tinggal, dan dampaknya terasa hingga Sri Lanka, India, Thailand, dan Somalia. Kerugian materiil mencapai 4,5 miliar dolar AS (sekitar Rp73 triliun), dengan lebih dari 139.000 rumah rusak. PBB menyebutnya sebagai salah satu bencana kemanusiaan terbesar dalam sejarah. Bantuan internasional pun mengalir deras, termasuk dari AS yang mengirimkan kapal induk Abraham Lincoln dan bantuan senilai USD 400 juta (Rp 6,4 triliun) melalui USAID untuk rekonstruksi Aceh.

Proses pemulihan pascabencana dilakukan bertahap. Tahap tanggap darurat (Januari-Maret 2005) fokus pada penyelamatan dan pemenuhan kebutuhan dasar. Tahap rehabilitasi (April 2005-Desember 2006) memprioritaskan pemulihan infrastruktur dasar, termasuk kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, dan ekonomi, serta penyelesaian masalah hukum dan pemulihan trauma korban. Tahap rekonstruksi (2007-2010) fokus pada pembangunan rumah, mencapai 3.200 unit pada 2005 dengan target 80.000 unit. Revitalisasi jalan nasional Banda Aceh-Calang sepanjang 146 kilometer juga dilakukan dengan bantuan internasional. Indonesia juga mengembangkan sistem peringatan dini tsunami dengan sensor gempa modern dan sistem pemantauan laut.
Peringatan 20 tahun tsunami Aceh dipusatkan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada 26 Desember 2024. Acara ini melibatkan penyintas, pemutaran video dokumenter, khutbah Jumat khusus, ziarah kubur, doa bersama, dan persembahan "Aceh Thanks The World". Sejumlah kegiatan telah dimulai sejak November 2024, termasuk pameran USAID di Museum Tsunami Aceh, pementasan teatrikal, acara renungan di Masjid Rahmatullah Lampu’uk, dan Aceh International Forum 2024 (AIF 2024) yang bertema "Religion, Togetherness, and Humanity". Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan bencana dan solidaritas global dalam menghadapi tantangan alam.