Chapnews – Nasional – Adik dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Halim Kalla, absen dalam pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar). Ketidakhadirannya ini dikonfirmasi oleh Direktur Penindakan Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, pada Rabu (12/11), yang menyebutkan bahwa Halim Kalla mengajukan penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit.
Selain Halim Kalla, Direktur PT Praba Indopersada, Hartanto Yohanes Lim (HYL), juga mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan dengan alasan yang sama. "Tersangka HK dan HYL tidak dapat hadir hari ini karena telah mengajukan surat permohonan penjadwalan ulang untuk pekan depan," ujar Brigjen Totok Suharyanto melalui pesan singkat.

Penyidik Tipikor Polri telah menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Hartanto Yohanes Lim pada tanggal 18 November, sementara Halim Kalla dijadwalkan untuk diperiksa pada tanggal 20 November. Kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalbar periode 2008-2018 ini sebelumnya telah menyeret empat orang sebagai tersangka.
Selain Halim Kalla dan Hartanto Yohanes Lim, tersangka lain dalam kasus ini adalah Fachmi Mochtar, yang menjabat sebagai Direktur PLN periode 2008-2009, dan RR selaku Direktur Utama PT BRN. Fachmi Mochtar diduga melakukan pemufakatan jahat dengan para tersangka lain untuk memenangkan tender proyek PLTU tersebut.
Fachmi diduga meloloskan Konsorsium KSO BRN-Alton-OJSEC, meskipun konsorsium tersebut tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis yang diperlukan untuk pembangunan PLTU. Hingga masa kontrak KSO BRN maupun PT PI berakhir, proyek PLTU tersebut hanya berhasil diselesaikan sebesar 57 persen. Proyek ini kemudian diperpanjang sebanyak 10 kali hingga tahun 2018, namun tetap tidak dapat diselesaikan.
Data terakhir menunjukkan bahwa pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat hanya mencapai 85,56 persen. Tidak selesainya proyek ini disebabkan oleh keterbatasan keuangan yang dialami oleh KSO BRN, meskipun PLN telah membayarkan sebesar Rp323 miliar dan USD62,4 juta. Kasus ini terus didalami oleh pihak kepolisian untuk mengungkap seluruh fakta dan pihak yang terlibat.



