Chapnews – Nasional – Polemik tunjangan perumahan anggota DPRD Jawa Barat (Jabar) mencapai babak baru. Seluruh fraksi dan pimpinan DPRD Jabar sepakat untuk mengevaluasi besaran tunjangan tersebut, termasuk tunjangan lainnya. Hal ini disampaikan Ketua DPRD Jabar, Buky Wibawa Karya Goena, seusai rapat internal yang membahas isu tersebut. "Dalam rapat yang dihadiri pimpinan, wakil ketua, dan ketua fraksi, disepakati bahwa tunjangan perumahan akan dievaluasi," ujar Buky kepada Antara di Bandung, Jumat (12/9).
Wakil Ketua DPRD Jabar, MQ Iswara, menambahkan bahwa pihaknya akan segera berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait evaluasi ini. Momentum evaluasi ini dinilai tepat karena bertepatan dengan pembahasan APBD Perubahan Jabar yang sedang dalam penilaian Kemendagri. "Jabar menjadi provinsi pertama yang menyerahkan hasil evaluasi," tegas Iswara.

Iswara menjelaskan bahwa evaluasi ini merupakan tindak lanjut arahan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang menginstruksikan evaluasi tunjangan perumahan seluruh anggota DPRD di Indonesia, baik provinsi maupun kabupaten/kota. "Kemendagri akan menindaklanjuti. Tidak hanya Jabar, seluruh Indonesia akan dievaluasi," tambahnya.
Hasil evaluasi, menurut Iswara, akan menunggu usulan dari seluruh daerah. Ia menjelaskan bahwa tunjangan perumahan merupakan bagian dari belanja APBD, sehingga evaluasi menjadi kewenangan Kemendagri. Iswara mengungkapkan besaran tunjangan perumahan pimpinan DPRD Jabar mencapai Rp64 juta dan anggota Rp62 juta sebelum pajak progresif 30 persen, sehingga yang diterima sekitar Rp44,4 juta. Ia menekankan legalitas penerimaan tunjangan tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, mengingat anggota DPRD Jabar wajib berkedudukan di Kota Bandung dan tidak memiliki rumah dinas.
Sebelumnya, Sekretaris DPRD Jabar, Dodi Sukmayana, telah menjelaskan bahwa angka Rp62 juta tersebut belum dipotong pajak. "Yang diterima dewan hanya Rp44 juta," jelasnya kepada chapnews.id. Dodi menegaskan bahwa penetapan tunjangan perumahan merujuk pada aturan pemerintah pusat, bukan keinginan dewan. Kemendagri, sebagai pembina pengelolaan keuangan daerah, memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak anggaran tersebut.



