Chapnews – Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan informasi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan. KPK menegaskan bahwa kasus ini berawal dari dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang bekerja sama dengan pihak lain.
Klarifikasi ini muncul sebagai respons terhadap narasi yang beredar di situs Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), yang menyebutkan bahwa uang Rp100 miliar yang disita KPK bukanlah kerugian negara, melainkan uang jemaah yang dikembalikan demi menjaga situasi kondusif.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa kuota haji yang diberikan Arab Saudi seharusnya bertujuan untuk memperpendek antrean jemaah haji reguler. Namun, pembagian kuota tambahan menjadi kuota haji reguler dan khusus yang tidak sesuai aturan justru mengurangi kuota yang dikelola Kementerian Agama.
Akibatnya, kuota haji khusus yang dikelola Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro travel meningkat signifikan. "Kuota-kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK itu bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut," tegas Budi.
Penyidikan KPK mengungkap dugaan aliran dana dari PIHK ke oknum di Kemenag dengan berbagai modus, seperti "uang percepatan," yang memungkinkan jemaah langsung berangkat tanpa antre.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara mencakup semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah untuk kepentingan umum.
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebutkan bahwa uang yang disita dalam kasus ini mendekati Rp100 miliar. KPK masih terus menelusuri aliran dana yang melibatkan ratusan travel dan bekerja sama dengan PPATK.
KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun dan akan berkoordinasi dengan BPK. Tiga orang telah dicegah ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Sejumlah penggeledahan telah dilakukan, termasuk di rumah Yaqut, kantor agen travel, dan kantor Kementerian Agama. KPK menyita berbagai barang bukti, seperti dokumen, barang elektronik, kendaraan, dan properti.



