Chapnews – Nasional – Surabaya – Di tengah puing Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, tim SAR menemukan jasad Rafi Catur Okta Mulya (17), seorang santri yang wafat dalam posisi sujud. Rafi ditemukan pada Rabu (1/10), memeluk erat temannya, Syailendra Haical (13), yang selamat dari reruntuhan.
Novita Tri Endah (26), kakak Rafi, tak kuasa menahan air mata saat mengenang sang adik. "Meninggal dalam keadaan sujud di hari ketiga, dini hari. Meninggal sambil memeluk Haical," ungkap Novita di rumah duka, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Selasa (7/10).

Rafi, anak bungsu dari empat bersaudara, dikenal sebagai sosok penurut dan sederhana. Ia tak pernah membantah orang tua, tidak banyak menuntut, dan selalu sabar menunggu keinginannya terpenuhi. "Dari kecil enggak pernah membangkang, nurut sama aku sama Bapak. Enggak neko-neko, enggak banyak nuntut," kata Novita.
Keinginan untuk mondok datang dari diri Rafi sendiri. Ia ingin memperdalam ilmu agama, fasih membaca Al-Quran, dan bercita-cita menjadi ustaz agar dapat mengajari keponakannya mengaji. Awalnya, keluarga sempat menolak, namun luluh melihat tekad Rafi.
"Aku yang enggak bolehin mondok sebetulnya. Terus (Rafi) bilang ‘aku pengen mondok aja, aku pengen nekunin agama, pengen bisa baca Al Quran. Aku pengen jadi ustaz. Aku pengen ngajarin ponakan-ponakan’," kenang Novita. Rafi akhirnya diizinkan mondok di Al Khoziny sejak Juli 2025.
Beberapa hari sebelum tragedi, Rafi sempat pulang selama sepuluh hari. Ia meminta hal-hal kecil, seperti pisang cokelat, minyak wangi, baju koko putih, dan foto bersama keluarga. "Terus minta foto sama aku sama anakku gitu. ‘Ayo Mbak foto. Enghkok sampean lek kangen iku lihat aku’. Itu juga dia foto terakhir pakai sarung merah," ujarnya.
Rafi dikenal tekun beribadah. Ia kerap tertidur di atas sajadah selepas Magrib, lalu bangun untuk salat Isya. Di kampungnya, ia aktif mengikuti tahlilan dan kegiatan musala. Sejak mondok, banyak tetangga yang bertanya mengapa Rafi tak lagi tampak di saf jamaah. "Salatnya tekun banget. Aku aja belum tentu kayak dia. Orang kampung sampai tanya-tanya, ‘Mana Rafi kok gak kelihatan?’ Aku jawab, ‘Mondok, Pak,’" kata Novita.
Tragedi terjadi saat waktu salat. Menurut saksi mata, gedung Al Khoziny ambruk ketika santri sedang salat berjamaah. Rafi berada di saf ketiga, salah satu saf yang paling parah tertimpa reruntuhan. Ia sempat menunaikan rakaat ketiga, lalu runtuhan datang saat dirinya dalam posisi sujud.
Novita menuturkan, adiknya masih sempat menunaikan salat Magrib dan Isya setelah kejadian. Namun, saat Subuh, Rafi tak lagi menunjukkan tanda kehidupan. "Adek ku itu salat Magrib masih bisa, salat Isya juga masih. Tapi pas Subuh itu dibangunin udah enggak ada suara. Kata dokter malam itu udah enggak ada," ujar Novita.
Rafi meninggal dunia sepekan sebelum ulang tahunnya yang ke-18. Ia sudah mengurus KTP dan meminta kakaknya untuk mengambilnya. Namun, takdir berkata lain. "Tanggal 8 Oktober itu ulang tahunnya. Dia sudah ngurus KTP, cuma belum sempat ngambil. Katanya ‘nanti kalau KTP-ku sudah jadi, ambilin ya, Mbak’," ucap Novita.
Rafi ditemukan mengenakan sarung merah, yang ia pakai saat salat terakhir di rumah sebelum kembali ke pondok. Dari kain itulah, Novita mengenali jasad adiknya. "Sarung merah itu yang aku beliin. Dia pakai waktu salat di rumah. Waktu ditemukan, sarungnya itu yang aku hafal banget, karena sering tak cuci, tak lipetin. Jadi aku tahu itu adikku," katanya.
Keluarga Rafi memilih untuk ikhlas. Mereka percaya Rafi pergi dalam keadaan terbaik, dalam sujudnya di rumah Allah, dengan niat tulus menuntut ilmu agama di pesantren. "Kita menuntut pun percuma juga menuntut pun apa yang didapat. Kan kasihan adikku takutnya enggak tenang atau apa. Jadi aku ikhlas sama keluarga, cuma mendoakan aja mungkin jangan sampai terjadi seperti itu lagi. Bangunannya enggak asal-asalan atau seperti apa," ujarnya.



