Survei Mengejutkan: Caleg Perempuan Hadapi Hujatan!

Survei Mengejutkan: Caleg Perempuan Hadapi Hujatan!

Chapnews – Nasional – Hasil survei Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap fakta mengejutkan: hujatan dan perendahan masih menjadi momok bagi perempuan di dunia politik Indonesia. Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik BRIN, Kurniawati Hastuti Dewi, memaparkan temuan survei daring yang dilakukan Juni 2023 kepada 283 perempuan anggota organisasi nonpemerintah di 30 provinsi. Dari jumlah tersebut, 45 responden memiliki pengalaman berkontestasi dalam pemilihan, baik sebagai caleg maupun calon kepala desa/kelurahan.

Collab-Media-Network-banner-content (1)

Survei tersebut menunjukkan, 26,7 persen responden mengaku sesekali mengalami hujatan psikologis, 11,1 persen sering mengalaminya, dan 4,4 persen bahkan selalu menghadapi hal tersebut. Lebih lanjut, ancaman dan kekerasan fisik menempati urutan kedua sebagai peristiwa yang kerap dialami, dengan 22,2 persen responden mengaku sesekali mengalaminya dan 2,2 persen sering mengalaminya. Perusakan alat kampanye juga menjadi masalah yang umum dihadapi.

Survei Mengejutkan: Caleg Perempuan Hadapi Hujatan!
Gambar Istimewa : akcdn.detik.net.id

Kurniawati menjelaskan, fenomena ini masih berlanjut pada Pemilu 2024, terutama di ranah digital. Hujatan psikologis dan hoaks menjadi senjata yang kerap digunakan untuk menyerang caleg perempuan. Situasi serupa juga dialami perempuan yang aktif di tingkat akar rumput. Survei menemukan 27,21 persen melaporkan sesekali mengalami hujatan psikologis, 7,42 persen sering mengalaminya, dan 3,53 persen selalu mengalaminya. Fitnah dan kekerasan fisik juga dilaporkan sebagai bentuk serangan yang mereka terima.

"Data ini penting karena kekerasan terhadap perempuan dalam politik sering dianggap hal biasa. Ada istilah ‘cost of politics’, seakan perempuan harus membayar harga untuk aktif berpolitik," ujar Kurniawati.

Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, menekankan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Ia menyoroti rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen nasional pada Pemilu 2024, yang hanya berkisar 21-22 persen, sedikit meningkat dari Pemilu 2019. Angka ini masih jauh dari target 30 persen yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.

Athiqah menunjuk beberapa faktor penyebab, termasuk lemahnya dukungan partai politik dan stigma sosial budaya yang menghalangi perempuan masuk dunia politik. Rendahnya kepercayaan diri dan kapasitas perempuan juga menjadi kendala, yang menurut Athiqah, dapat diatasi melalui pendidikan yang lebih inklusif. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran, literasi, dan keterlibatan perempuan dalam politik, sehingga mereka dapat lebih aktif dan berperan dalam pengambilan kebijakan. (Antara/kid)

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar