Chapnews – Ekonomi – Putusan Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024 telah mengukuhkan kebangkrutan PT Sritex. Penolakan kasasi yang diajukan perusahaan tekstil raksasa ini mengakhiri babak panjang pertarungan hukum yang bermula dari gugatan pailit oleh PT Indo Bharat Rayon (IBR). Sebelumnya, pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang telah resmi menyatakan Sritex pailit karena gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang sesuai perjanjian homologasi 25 Januari 2022. IBR, sebagai kreditur, berhasil mendapatkan putusan tersebut, seperti tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kota Semarang.
Langkah Sritex mengajukan kasasi pada 25 Oktober 2024 tak mampu membalikkan keadaan. Kegagalan ini pun memunculkan pertanyaan besar: siapakah sebenarnya PT Indo Bharat Rayon yang berhasil menumbangkan perusahaan sebesar Sritex?
PT Indo Bharat Rayon (IBR) bukanlah pemain baru di industri tekstil Indonesia. Berdiri sejak 1980 sebagai bagian dari Aditya Birla Group, konglomerasi bisnis asal India, IBR merupakan pionir produksi viscose staple fiber (VSF) di Tanah Air. VSF sendiri merupakan material biodegradable yang terbuat dari serat kayu, memiliki sifat mirip kapas, dan banyak digunakan dalam pembuatan benang untuk pakaian dan berbagai keperluan lainnya.
Perjalanan IBR cukup impresif. Memulai produksi komersial pada 1986 dengan kapasitas 16.500 ton per tahun (tpa), pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat, kini telah berkembang pesat hingga lebih dari 200.000 tpa. Prestasi ini menempatkan IBR sebagai produsen VSF terbesar kedua di dunia dalam satu lokasi produksi. Keberhasilan IBR dalam menguasai pasar VSF tampaknya menjadi salah satu faktor kunci yang menyebabkan Sritex terjerat masalah keuangan yang berujung pada pailit. Kasus ini pun menjadi pelajaran berharga bagi dunia usaha di Indonesia.