Chapnews – Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menindaklanjuti laporan dari Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, terkait dugaan penerimaan honor oleh mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, saat menjabat sebagai pengawas haji tahun 2024. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa setiap laporan yang masuk akan diverifikasi terlebih dahulu untuk memastikan validitas informasi. Setelah verifikasi, laporan akan ditelaah untuk menentukan apakah masuk dalam dugaan tindak pidana korupsi dan berada dalam kewenangan KPK. Budi menegaskan, tindak lanjut laporan tidak akan dipublikasikan, kecuali kepada pelapor.
Boyamin sendiri telah menyerahkan dokumen Surat Tugas Nomor 956 Tahun 2024 dari Inspektur Jenderal Kementerian Agama kepada KPK. Surat tugas tersebut mencantumkan Yaqut dan 14 orang lainnya sebagai pengawas pelaksana haji, dengan honor harian sebesar Rp7 juta. Boyamin mempertanyakan legalitas penunjukan tersebut, mengingat Menteri Agama seharusnya tidak merangkap sebagai pengawas, apalagi sudah mendapat fasilitas dan uang harian sebagai Amirul Hajj. Ia berpendapat, pengawasan haji seharusnya dilakukan oleh lembaga seperti DPR, BPK, dan BPKP.

Namun, pihak Yaqut melalui Jubirnya, Anna Hasbie, membantah tudingan tersebut. Anna menjelaskan bahwa penunjukan Yaqut sebagai Amirul Hajj dan pembentukan timnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2017. Ia menekankan bahwa honor dan biaya perjalanan Amirul Hajj dan timnya diatur secara resmi, dapat diaudit, dan tidak melanggar aturan. Anna menilai tudingan korupsi prematur dan menyesatkan publik, serta menunjukkan ketidakpahaman Boyamin terhadap regulasi penyelenggaraan haji. Anna menegaskan bahwa tugas Amirul Hajj bukanlah pengawasan keuangan, melainkan memastikan kelancaran teknis dan operasional penyelenggaraan haji. Pengawasan internal tetap dilakukan Itjen Kemenag, sementara pengawasan eksternal oleh lembaga berwenang seperti DPR, BPK, dan BPKP. Menurutnya, tidak ada tumpang tindih atau pelanggaran hukum dalam hal ini. Pernyataan Boyamin, menurut Anna, lahir dari kesalahpahaman terhadap regulasi dan praktik penyelenggaraan haji.



