Chapnews – Nasional – Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyambut positif wacana Menteri Agama (Menag) terkait libur sekolah selama bulan Ramadan. Namun, ia menekankan pentingnya pembelajaran alternatif agar anak-anak tetap mendapatkan pendidikan selama masa libur. "Rencana Kemenag meliburkan anak-anak selama Ramadan patut diapresiasi. Ini kesempatan anak-anak memahami kesucian bulan Ramadan, namun bukan berarti mereka berhenti belajar," ujar Anwar, mengutip chapnews.id, Kamis (2/1).
Anwar menilai, pembelajaran dapat berlanjut di lingkungan masyarakat. Sekolah, menurutnya, tetap berperan aktif memberikan arahan dan penilaian kepada siswa. "Saya setuju dengan gagasan Kemenag, asalkan sekolah aktif memberikan arahan dan penilaian melalui media digital, melibatkan orang tua dan masyarakat agar program berjalan efektif," jelasnya.

Ia menambahkan, masa libur Ramadan bisa dimanfaatkan untuk mengasah berbagai kecerdasan dan keterampilan, mulai dari spiritual (shalat lima waktu, mengaji), sosial (bersih-bersih masjid dan lingkungan), hingga seni budaya. Jika wacana ini terealisasi, Anwar mendorong Kemenag dan sekolah menyiapkan panduan jelas bagi siswa dan orang tua. "Panduan mengenai tujuan, materi, metode, proses belajar mengajar, dan evaluasi harus disiapkan Kemenag dan sekolah agar program libur Ramadan bermakna bagi anak, orang tua, masyarakat, dan sekolah," tegasnya.
Sebelumnya, Menag Nasaruddin Umar menyampaikan wacana libur sekolah selama Ramadan. Ia menyebutkan pondok pesantren sudah menerapkannya, sementara sekolah negeri dan swasta masih dalam tahap perencanaan. "Pondok pesantren sudah libur. Sekolah lain masih diwacanakan, tunggu pengumuman selanjutnya," kata Nasaruddin kepada wartawan di Monas, Senin (30/12). Menurutnya, yang utama adalah kualitas ibadah selama Ramadan, bukan sekadar libur sekolah.
Wacana ini mendapat tanggapan beragam. Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyatakan perlu kajian matang karena potensi dampak positif dan negatifnya. "Wacana libur sebulan penuh punya dampak positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan," kata Hetifah kepada wartawan, Selasa (31/12). Ia menyebutkan dampak positifnya antara lain memberi ruang siswa Muslim untuk fokus beribadah, mendalami agama, dan mempererat hubungan keluarga.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, menilai perlu kajian lebih mendalam karena tidak semua siswa Muslim. Produktivitas siswa juga harus dipertimbangkan. "Mungkin berlaku untuk pesantren karena kurikulumnya berbeda. Tapi untuk umum, perlu disesuaikan dengan kurikulum dan mengingat tidak semua siswa Muslim," kata Cholil kepada wartawan, Rabu (1/1). Ia menekankan pentingnya kajian untuk menentukan mana yang lebih bermanfaat, bukan hanya soal libur, tetapi juga produktivitas siswa.