Chapnews – Ekonomi – Masyarakat Indonesia kini dimanjakan dengan dua pilihan sistem pembayaran listrik: prabayar dan pascabayar. Mana yang lebih hemat? Pertanyaan ini kerap membayangi para pelanggan PLN. Sistem pascabayar, seperti yang selama ini dikenal, mengharuskan pelanggan menggunakan listrik terlebih dahulu, baru kemudian membayar tagihan pada bulan berikutnya. Prosesnya melibatkan pencatatan meteran, perhitungan tagihan, penagihan, dan bahkan pemutusan aliran listrik jika pembayaran terlambat. Sistem ini, menurut laman resmi PLN, memiliki beban administrasi yang cukup besar bagi perusahaan.
Berbeda dengan sistem prabayar, pelanggan memiliki kendali penuh atas penggunaan listriknya. Mirip dengan isi ulang pulsa ponsel, pelanggan membeli token listrik terlebih dahulu melalui berbagai kanal, seperti ATM dan loket pembayaran online. Token ini kemudian diinput ke meteran prabayar (MPB). Kemudahan ini diiringi dengan transparansi biaya yang lebih terukur.

Lantas, mana yang lebih hemat? Jawabannya tak sesederhana itu. Sistem prabayar memang memberikan kontrol penggunaan, sehingga potensi pemborosan bisa diminimalisir. Namun, biaya administrasi yang lebih rendah pada sistem pascabayar bisa menjadi pertimbangan. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah kebiasaan konsumsi listrik masing-masing pelanggan. Pelanggan dengan pola konsumsi yang stabil mungkin lebih cocok dengan pascabayar, sementara mereka yang cenderung boros atau ingin mengontrol pengeluaran listrik secara ketat akan lebih diuntungkan dengan sistem prabayar. Pada akhirnya, pilihan terbaik bergantung pada kebutuhan dan kebiasaan setiap individu.



