Chapnews – Nasional – Komisi III DPR RI kembali menyoroti kasus dugaan pencurian barang bukti (barbuk) senilai Rp500 juta yang melibatkan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat (Jakbar), Hendri Antoro. Desakan agar Hendri tak hanya dikenai sanksi etik, tetapi juga diproses pidana, semakin menguat.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyampaikan kekecewaannya atas penanganan kasus ini. Ia mempertanyakan komitmen Jaksa Agung Burhanuddin dalam membersihkan korps Adhiyaksa dari oknum jaksa nakal. "Harapan publik ini selaras dengan komitmen Jaksa Agung Burhanuddin yang ingin membersihkan korps Adhiyaksa dari oknum Jaksa yang menyalahgunakan wewenang," ujarnya, seperti dikutip chapnews.id, Jumat (10/10).

Kasus ini bermula dari perkara penggelapan uang barang bukti robot trading Fahrenheit yang menyeret nama mantan jaksa Azam Akhmad Akhsya. Dalam dakwaan, Azam disebut membagikan sebagian uang hasil kejahatan kepada sejumlah jaksa lain, termasuk Hendri Antoro sebesar Rp500 juta yang disalurkan melalui PLH Kasi Pidum/Kasi Barang Bukti Kejari Jakbar, Dody Gazali.
Nasir Djamil mengingatkan bahwa dalam rapat kerja bersama Kejagung, Jaksa Agung kerap menyampaikan keinginannya untuk menindak jaksa-jaksa nakal yang bermain dengan perkara. "Jaksa Agung pernah sampaikan dalam Raker dengan Komisi III DPR bahwa jika ada oknum jaksa yang melanggar ketentuan pidana, tidak perlu diadvokasi," ujarnya menirukan Jaksa Agung.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, mengklaim bahwa pihaknya telah memberikan sanksi terberat berupa pencopotan kepada Hendri usai menjalani pemeriksaan internal. Namun, Anang enggan berkomentar lebih jauh mengenai penindakan pidana terhadap Hendri, seperti yang diterapkan kepada jaksa Azam Akhmad Akhsya.
Publik kini menanti tindak lanjut dari Kejaksaan Agung terkait kasus ini. Apakah janji Jaksa Agung untuk menindak tegas jaksa nakal akan benar-benar ditepati?



