Chapnews – Ekonomi – Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) secara tegas menyatakan bahwa blending Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah proses pengolahan yang legal. Pasal 10 Ayat (1) UU Migas menyebutkan pengolahan bertujuan meningkatkan mutu dan/atau menyesuaikan hasil dengan kebutuhan pasar. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) 36/2004 jo. PP 30/2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Namun, penetapan tersangka pada kasus dugaan korupsi pengolahan dan distribusi BBM menimbulkan pertanyaan besar. Yayan Satyakti, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, mempertanyakan penetapan vendor pelaksana teknis sebagai tersangka. Menurutnya, proses blending BBM adalah kegiatan pengolahan yang sah dan umum dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar.

"Secara aturan, skema blending sangat jelas dan legal," tegas Yayan pada Sabtu (19/4/2025). Ia menambahkan, Pertamina sebagai perusahaan besar, jarang menyalahgunakan kewenangan dalam proses ini. "Pertamina itu biasanya aturannya jarang disalahgunakan. Untuk blending BBM, di Pertamina prosesnya juga sudah sangat jelas," ujarnya.
Yayan menekankan legalitas dan tujuan teknis blending. Ia menilai, perusahaan vendor tidak seharusnya menjadi kambing hitam karena prosesnya detail dan transparan. "Sistem pengadaannya cukup ketat untuk vendor. Kementerian ESDM juga mengatur kondisinya, lalu ada audit, dan juga pengawasan SPI. Saya kira, dengan proses yang sekompleks itu, seharusnya tidak terjadi penyimpangan," jelasnya. Pertanyaan mengenai siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas dugaan korupsi ini pun masih menjadi misteri yang perlu diungkap. Apakah ada celah hukum yang dimanfaatkan, atau ada pihak lain yang terlibat? Investigasi lebih lanjut tentu diperlukan untuk mengungkap kebenarannya.