Ads - After Header

Mafia Tanah! Kades Ubah Laut Jadi Sertifikat?

Redaksi

Mafia Tanah! Kades Ubah Laut Jadi Sertifikat?

Chapnews – Nasional – Geger! Kepala Desa (Kades) Kohod, Tangerang, Arsin, bersama tiga perangkat desa lainnya didakwa melakukan praktik penyalahgunaan wewenang yang luar biasa. Mereka diduga menerbitkan dokumen kepemilikan tanah palsu di area pesisir yang seharusnya merupakan lautan, dengan tujuan untuk menjualnya kepada pihak swasta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten, Faiq Nur Fiqri Sofa, mengungkapkan bahwa tindakan ini dilakukan sejak pertengahan tahun 2022 hingga Januari 2025. Para terdakwa diduga kuat telah mengubah status lahan perairan seluas ratusan hektare menjadi seolah-olah daratan milik warga.

 Mafia Tanah! Kades Ubah Laut Jadi Sertifikat?
Gambar Istimewa : akcdn.detik.net.id

"Arsin selaku Kepala Desa Kohod menawarkan tanah pinggir laut yang ada patok-patok bambu kepada saksi Denny Prasetya Wangsya dari PT Cakra Karya Semesta," ujar Faiq dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Banten, seperti dilansir chapnews.id dari Antara.

Awalnya, tawaran tersebut ditolak karena tanah yang ditawarkan tidak memiliki sertifikat. Namun, upaya tersebut berlanjut dengan melibatkan seorang pengusaha berinisial HN yang menjanjikan imbalan hingga Rp500 juta jika dokumen persyaratan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) berhasil dibuat.

"Syaratnya berupa Surat Keterangan Tanah Garapan atas nama masyarakat, NOP, hingga SPPT-PBB, seakan-akan tanah itu daratan," jelas Faiq.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut, para terdakwa mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) warga setempat untuk dijadikan sebagai pemohon semu. Sebanyak 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) diterbitkan pada tanggal 20 Juni 2022 dengan total luas mencapai sekitar 300 hektare.

"Masyarakat yang namanya dicantumkan akan mendapat pembagian 40 persen, sedangkan para terdakwa bersama Hasbi Nurhamdi 60 persen," imbuhnya.

Dokumen-dokumen tersebut dicetak menggunakan komputer dan printer milik Sekretaris Desa (Sekdes) Ujang Karta, kemudian diserahkan kepada Hasbi untuk mengurus Nomor Objek Pajak (NOP) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB). Berdasarkan pengantar resmi yang ditandatangani oleh Arsin, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang menerbitkan 203 SPPT-PBB.

"Penerbitan dilakukan seakan-akan tanah laut tersebut sudah dibayar pajaknya," kata Faiq.

Selanjutnya, terdakwa Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi mengurus dokumen tambahan seperti PM 1, surat pernyataan kepemilikan, hingga surat keterangan tanah untuk mempercepat proses penerbitan SHM. Atas proses tersebut, Hasbi menyerahkan uang sebesar Rp250 juta secara bertahap kepada keduanya.

Menurut JPU, upaya pengubahan status lahan tersebut terus berlanjut hingga terjadi transaksi jual beli. Pada bulan Juli hingga September 2024, Septian mewakili warga Kohod menandatangani perjanjian jual beli dengan PT Cakra Karya Semesta.

"Pada Januari 2025, saksi Denny menyerahkan Rp16,5 miliar kepada terdakwa Arsin sebagai pembayaran," tutur Faiq.

Lahan tersebut kemudian dialihkan ke PT Intan Agung Makmur dengan harga Rp39,6 miliar. Dari hasil penjualan awal, sekitar Rp4 miliar dibagikan kepada warga, sementara Rp12,5 miliar dikuasai oleh Hasbi dan didistribusikan kepada para terdakwa.

"Arsin menerima sekitar Rp500 juta, Ujang Karta Rp85 juta, dan Septian serta Chandra masing-masing Rp250 juta," ungkap JPU.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini menjadi sorotan tajam dan membuka kembali isu mafia tanah yang meresahkan masyarakat.

Also Read

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar

Ads - Before Footer