Chapnews – Nasional – Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat gempar jagat politik Indonesia dengan keputusannya yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen. Putusan ini mengakomodir uji materi terhadap Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dinilai bertentangan dengan konstitusi karena dinilai menghambat prinsip persamaan kedudukan dan hak untuk dipilih. Keputusan MK ini pun menuai beragam respons dari berbagai pihak, mulai dari partai politik hingga Presiden Jokowi sendiri.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, menyerukan agar seluruh partai politik mempersiapkan diri menghadapi perubahan signifikan ini. Sementara itu, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Dolfie Othniel Fredric Palit, mendesak DPR dan pemerintah untuk segera merevisi UU Pemilu sebagai konsekuensi dari putusan MK tersebut. Dolfie mengakui putusan ini memiliki implikasi luas dan membutuhkan kajian mendalam.

Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menyatakan penghormatan terhadap keputusan MK, namun menekankan perlunya kajian lebih lanjut agar sistem demokrasi Indonesia tidak melemahkan posisi presidensial. Ia belum bisa memastikan dampak putusan ini terhadap Golkar di Pilpres 2029.
Di sisi lain, Ketua DPP NasDem, Irma Suryani Chaniago, menilai keputusan MK ini berbahaya karena MK dianggap bukan pembuat UU, melainkan lembaga penguji UU. Ia menyoroti proses pengambilan keputusan yang dinilai kurang mencerminkan partisipasi publik.
Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Pemerintah akan membahas implikasi putusan ini terhadap pelaksanaan Pilpres 2029 dan berencana melibatkan berbagai pihak, termasuk DPR, KPU, Bawaslu, akademisi, dan masyarakat dalam proses revisi UU Pemilu jika diperlukan.
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD memuji putusan MK ini sebagai "landmark decision" yang mengakhiri praktik penggunaan threshold untuk membatasi hak pilih dan dipilih. Ia mengakui perubahan pandangannya terhadap isu ini setelah putusan MK.
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, melihat aturan ambang batas sebelumnya sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang seharusnya diubah melalui revisi UU di DPR. Ia menilai putusan MK ini menimbulkan polemik, namun PKB akan mencermati dinamika di DPR dan pemerintah selanjutnya.
Presiden Jokowi sendiri menegaskan pentingnya menghormati putusan MK yang final dan mengikat. Ia mengakui potensi munculnya banyak kandidat presiden, dan menyerahkan tindak lanjut kepada DPR sebagai pembuat UU. Keputusan MK ini jelas akan membentuk lanskap politik Indonesia menjelang Pilpres mendatang.