Chapnews – Nasional – Pengelola Hotel Sultan, PT Indobuildco, bersikeras bahwa lahan yang mereka kelola berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) dan bukan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) seperti yang diklaim pemerintah. Klaim ini menambah panas sengketa lahan yang melibatkan pemerintah dan perusahaan tersebut.
Hamdan Zoelva, kuasa hukum PT Indobuildco, menjelaskan bahwa kliennya telah mengantongi HGB seluas 155.400 meter persegi di kawasan Gelora, Jakarta Pusat sejak tahun 1972. Pemberian HGB ini, menurut Hamdan, didasarkan pada keputusan resmi pemerintah dan seluruh kewajiban kompensasi kepada Pemprov DKI Jakarta telah dipenuhi.

"Sejak awal, lahan Hotel Sultan jelas berdiri di atas tanah negara. Perpanjangan dan pembaruan haknya pun harus tetap berdasarkan status yang sama, bukan HPL," tegas Hamdan kepada wartawan, Senin (20/10).
Hamdan juga menyinggung keterangan saksi ahli agraria, M. Noor Marzuki, mantan Sekjen sekaligus mantan Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN, yang menyatakan bahwa HGB Nomor 26 dan 27 Gelora berdiri di atas Tanah Negara bebas, sesuai dengan dokumen hukum yang ada sejak awal.
Senada dengan Marzuki, pakar hukum agraria Prof. Boedi Harsono sejak 2006 juga telah menegaskan bahwa tanah Hotel Sultan bukan bagian dari kawasan Gelora Senayan, melainkan Tanah Negara bebas. Bahkan, Maria S.W. Sumardjono, ahli yang diajukan oleh Kemensetneg dan PPKGBK, juga berpendapat bahwa perpanjangan dan pembaruan HGB harus mengikuti status awalnya.
"Jika dari awal diberikan di atas tanah negara, maka perpanjangan tetap berlaku di atas tanah negara, bukan HPL," imbuh Hamdan.
Lebih lanjut, Hamdan menyatakan bahwa bukti, saksi, dan pendapat ahli yang dihadirkan dalam persidangan telah memperlihatkan konsistensi hukum atas lahan Hotel Sultan. "Kebenaran hukumnya terang benderang: tanah Hotel Sultan adalah Tanah Negara, bukan HPL," pungkasnya.
Sengketa ini bermula ketika pemerintah menggugat PT Indobuildco untuk membayar royalti sebesar 45 juta dolar AS atau setara dengan Rp742,5 miliar atas penggunaan lahan negara di Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) pada periode 2007-2023.
Kuasa hukum Pusat Pengelolaan Komplek (PPK) GBK, Kharis Sucipto, menjelaskan bahwa angka tersebut meliputi bunga dan denda yang dituntut untuk pemakaian lahan negara selama kurang lebih 16 tahun. "Semuanya sudah dihitung dengan prinsip kehati-hatian dengan meminta bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) disertai dengan landasan hukum dan fakta-fakta yang sudah ada sebelumnya," ungkap Kharis usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10).
Gugatan tersebut disidangkan dengan Nomor 287/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst antara Mensesneg dan PPKGBK sebagai penggugat melawan PT Indobuildco sebagai tergugat.



